This is Delphi, A free premium blogger theme for you.

Laman

Sabtu, 23 Oktober 2010

28 Oktober, masih ingatkah kita akan tanggal itu. Saya pernah bertanya pada orang tua, adik dan teman saya. Dan hebatnya, mereka tau bahwa pada hari itu adalah hari ke-28 pada bulan oktober yang artinya 3 hari lagi menuju bulan November. Sayangnya bukan itu maksud saya.

Untuk adik saya, saya maklum sekaligus sedih karena sekalipun dia masih kelas lima SD, harusnya hal ini sudah harus dia ketahui atau setidaknya pernah didengar. Untuk orang tua saya saya, saya maklum sekaligus kecewa. Mungkin banyak beban yang lebih patut mereka pikirkan ketimbang mengingat sebuah peristiwa yang mungkin bagi mereka tak terlalu penting, tapi bukankah hal seperti ini bukan hal yang layak dilupakan. Dan untuk teman saya, saya tak bisa memaklumi sekaligus tak habis pikir. Mereka generasi muda, sudah dapat dipastikan bahwa mereka pernah mendengarnya, dan saya rasa masih belum banyak beban yang harus dipikirkan untuk sekedar mengingat hari yang membanggakan khususnya bagi para pemuda. Dan yang membuat saya tak habis pikir adalah mereka justru mengingat hari valentine atau bahkan hallowen yang jelas-jelas bukan dari budayanya sendiri.

Bagaimana dengan kita, masih adakah yang tau tentang peristiwa dimana pertama kalinya lagu Indonesia Raya dinyanyikan di sebuah acara. saya harap dan saya yakin banyak dari kita yang mengingat dan menghargai peristiwa ini.
Proklamasi memang dikumandangkan pada 17 agustus 1945, tapi bagi saya Negara Republik Indonesia dilahirkan pada 28 oktober 1928, di Hari Sumpah Pemuda. 17 agustus hanyalah hari dimana indonesia mampu berdiri. Tanpa Sumpah Pemuda, takkan ada Negara Indonesia, mungkin yang ada hanyalah negara Jawa, Negara Andalas, Negara Aceh, Negara Maluku, atau bahkan tak satupun dari itu. Bayangkan, seluruh pemuda, Dari ujung barat sampai ujung timur, mengakui berbangsa, berbahasa, dan bertumpah darah satu, tanah air indonesia. Indah.

Andai semangat persatuan kita seperti para pemuda 92 tahun yang lalu, takkan mungkin ada bentrokan, perang suku, apalagi tawuran siswa atau mahasiswa. Kerukunan antar warga, antar suku, antar umat beragama bukanlah satu hal yang mustahil seandainya kita sadar bahwa kita hidup satu bangsa, satu bahasa, satu tanah air, Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar